Rabu, 04 Agustus 2010

Senin, 24 Mei 2010

SEBUTIR PASIR

Pernahkah kita berpikir seberapa berartikah pasir yang ada di sekeliling kita. Mungkin sebagian besar kita mengatakan pasir tak ubahnya kotoran yang merusak kebersihan dan menganggu kesehatan, kecuali jika anda akan membangun rumah. Sekarang pernakah anda merasa seperti sebutir pasir?
Ya sebutir pasir diantara billionan pasir yang ada di muka bumi ini? Lalu apa hubungannya dengan manusia. Banyak hubungannya, tapi saya mengambil dari analogi dari sebutir pasir untuk menggambarkan kondisi manusia minimal diri saya. Apa arti saya dan anda diantara milyaran manusia yang hidup di muka bumi? Yang suatu saat dapat tersapu dari bumi ini tanpa ada peringatan. Lalu dari apa yang anda capai selama hidup akhirnya kandas dan menghilang tanpa anda dapat mengantisipasinya. Parahnya kita tak dapat menego kapan kita harus mati, kecuali orang frustasi.
Banyak jalan menuju malang tapi jangan lewat porong(1). Banyak cara untuk membuat diri berarti, entah dengan kekayaan, jabatan, kecantikan, kemistikan, atau sikap-sikap idealis. Sudah banyak yang mengatakan, biasanya orang religius bahwa kekayaan dan jabatan hanya sementara sifatnya jika jatuh miskin atau sudah lengser. Sedikit orang yang diingat akan perjuangannya, ini bukan saja pahlawan yang ikut berperang zaman revolusi saja loh. Guru yang mengajar di pelosok negeri ini yang mengabdikan dirinya tanpa dibayar. Seorang nelayan yang menanam hutan bakau di pesisir pantai selama bertahun-tahun dan selama bertahun-tahun juga dianggap kurang kerjaan oleh tetangganya. Seorang rohaniawan yang mengabdikan dirinya pada masyarakat untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan dan kebodohan walaupun resikonya dituduh represif oleh Negara. Dan masih banyak lagi, tapi jujur hanya sedikit yang bisa seperti itu.
Saya tidak mengatakan untuk membuat hidup anda berarti anda harus melakukan tindakan heroisme seperti itu. Seperti kata orang jawa setiap manusia sudah punya posisinya sendiri-sendiri. Kalo anda seorang mahasiswa ya jadilah seorang mahasiswa yan baik atau apapun profesi anda bahkan jika anda berkarier sebagi pencuri. Namun terima tidak terima kita adalah bagian dari sesuatu yang besar. Jika kita pelajar atau masih bergantung pada orang tua dan orang tua kita bergantung pada dimana dia bekerja dan seterusnya. Sebagai rakyat sebagai Negara dan warga Dunia, maka kejadian apapun secara tidak langsung mempengaruhi kondisi hidup kita.
Masalahnya banyak yang menganggap bahwa segala sesuatu ukurannya adalah diri, padahal apa yang dapat dilakukan sebutir pasir? Karena kita mahkluk hidup dan punya akal maka kita berbuat sesuatu. Perlu diingat walaupun begitu kadang kita tak memakainya. Seperti ribut-ribut elite politik kita, kita mungkin saja kecewa bahkan cuek. Tapi apapun keputusan mereka mempengaruhi konsidi kita sebagai rakyat. apakah ini berarti kita harus jadi politikus, itu terserah anda. Jika anda cuek pada kondisi bangsa kita jangan protes kalau tiba-tiba harga minyak naik lalu biaya-biaya yang lain ikut naik. Termasuk biaya pendidikan, yang sekarang makin tidak jelas arahnya tapi semakin mahal saja.
Diperlukan pemahaman sekeliling anda hidup, agar anda tidak kagetan jika tiba-tiba kondisi berubah. Kalo tidak percaya sering-sering cek sekeliling anda apa yan mereka keluhkan dan tanyakan kenapa mereka mengeluh atau cek dompet anda dan bandingkan dengan pengeluaran anda, apakah sudah berimbang?

Sabtu, 01 Mei 2010

Emansipasi

Bila emansipasi….
Adalah menjadikan wanita jajaan di lapak-lapak emperan
Laksana zat pemanis, zat penyedap rasa barang dagangan
Maka lupakan dan campakkan emansipasi!

Bila emansipasi….
Artinya anak terlantar yatim di rumah sendiri
Suami tak lagi dapat lauk nasi
Maka lupakan, campakkan, buang emansipasi

Bila emansipasi….
Justifikasi perempuan bertelanjang
tubuh demikian suci untuk dipajang
atas nama kebebasan maka benarlah perilaku jalang
Lupakan, ludahi emansipasi

Bila emansipasi…….
Membuka cadarnya dan tertunjukkan wajah bopengnya yang asli
Bahwa dianya hanya ilusi dan konspirasi
Untuk konglomerasi
Dan digdaya kapitalisasi
Maka sampahlah emansipasi!

Bila emansipasi
harga diri sang hawa dijatuhkan
merobek-robek hukum Tuhan
maka, bahkan,
sekali-kali jangan kau sebut lagi kata itu di lembar manapun,
di percakapan manapun, di celah dan bilik manapun
di dunia.

(kemirisan bagi muslimah yang terjatuh martabat mulianya demi orgasme kata liberalisasi, feminisme, hak asasi. Kubenci karena kuyakin islam lebih mulia dalam memuliakan. Tak jatuh harga diri Khadijah hanya karena perannya sejak menjadi istri berubah hanya menjadi ibu rumah tangga pendukung dakwah Rasul, tak hina Fatimah hanya karena dia tak bekerja sebagai sekretaris atau penjaga mini market. Derajatnya bahkan terangkat sebagai ahli surga karena dia setia sebagai wanita pejuang yang disayangi oleh suami pejuang dan dihormati sebagai ibu oleh putra-putra pejuang)

doktermudaliar

Sabtu, 24 April 2010

O YA YA

    Jika anda orang Malang pasti tahu monument Tentara dan rakyat di daerah lapangan Rampal. Dicitrakan disana keharmonisan hubungan antara tentara, petani, rohaniawan, dan satunya gak jelas. Saya kurang tahu kapan didirikannya monument itu, mungkin setelah markas TNI AD dan kompleksnya selesai dibangun. Dalam hati saya setiap kali lewat daerah itu rasanya empedu saya pecah.
    Apakah citraan itu benar bahwa ada tentara untuk melindungi rakyat? Atau begini saja kita lihat tentara sebagai profesi saja, karena susah mencari rujukan profesi apa yang diselenggarakan untuk kepentingan rakyat. Jadi profesi itu kita pandang sebagai tempat untuk mencari nafkah, nah berarti bisa bisnis. Bisnis apa? Apapun, bukankah mereka punya hak istimewa dan juga mereka punya senjata api. Kadang atas nama stabilitas, keamanan dapat mengkudeta pemerintah yang sah jika penguasanya tidak sesuai kehendak mereka. Entah itu untuk kepentingan rakyat atau tidak yang jelas senjata yang mereka pakai—termasuk untuk menembak masyarakat di pasuruan (Pasuruan berdarah 30 Mei 2007), atau tragedi yang masih terasa terdengar ditelinga kita tragedi bentrokan antara satpol PP Vs Warga—itu semua memakai uang rakyat. luar biasa seperti kejadian di jalan beberapa waktu lalu, ada seorang pengendara sepeda motor yang tidak sengaja menyerempet sepeda seorang yang memakai seragam doreng—kalo sengaja berarti orang itu sudah gila. Pengendara itu dikejar dihentikan dipinggir jalan setelah itu saya tidak tahu, tapi saya berharap bahwa orang itu tidak panjang urusannya, yang saya dengar ‘kamu datang ke kodim kalo gak trima, aku tunggu disana….’
    Balik lagi ke monument di lapangan rampal itu, kalo dilihat seksama sebenarnya yang dirangkul tentara adalah pengusaha, elite politik, dan mertua tentara. Siapa mereka? Tentu saja yang punya Negara. Bukankah setelah bangsa ini berdiri semua kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dilingdungi oleh tentara dan dioalah pengusaha. Kekayaan alam dikuras menimbulkan efek kerusakan ekologis yang cukup parah. Rakyat cukup menanggung kerusakan ini dan menunggu bantuan datang jika bencana itu tiba.  Untung-untung orang tua yang punya anak wanita kalo didekatin tentara.
    Saya hanya mencoba memahami kenapa empedu saya serasa pecah saat melihat monument itu, mungkin rasanya seperti mendengar janji-janji kampanye. Seperti teman saya yang selalu mengucapkan O ya ya setelah saya mengeluh masalah ini. Mungkin sebenarnya dia ingin ngomong gak usah diributin, ya memang gitu itu
 

Selasa, 16 Maret 2010

Kebohongan sejati

 Betapa lelahnya lidah yang terlanjur berbohong karena harus terus merangkai litani kebohongan guna menutupi yang sudah-sudah. lagian kebohongan demi kebohongan itupun harus dibangun dengan diatas skenario cantik. biar tambah menyakinkan (Boong-NYA).

Omong-omong, apa bedanya orang jujur dan tidak? kalau kataku , Sijujur mengubah ide-idenya untuk disesuaikan dengan kebenaran, si tukang Kibul mengubah kebenaran untuk disesuaikan     dengan ide-ide (Sekenario-NYA)

Senin, 15 Maret 2010

Gamble your life [Unspoken Words Part II]

8
    Ada nada getir di suaranya, berat dan lambat kalimat yang melintas di telingaku. Apakah dia mengalami perasaan kehilangan? Jika anda pernah kehilangan sesuatu tentu anda akan mengalami kekecewaan. Tentu saja kejadian di atas tidak bisa disamakan dengan kehilangan benda seperti handphone misal, walaupun bisa sama-sama menagis dan kecewa.. Tapi kehilangan yang membuat hati ini berlubang, tak utuh, sendiri. Keterbatasan nalar ini diisi oleh hati akan hal-hal diluar diluar radar nalar, termasuk bertindak bodoh. Apakah anda cukup mengerti tentang apa yang terjadi. Jika anda merasa sakit dan pergi ke dokter lalu setelah ada diagnosis anda mengerti apa yang membuat anda sakit dan bagaimana pengobatannya, tapi beda jika menghadapi seseorang yang tiba-tiba menangis karena patah hati, misal. Sampai sejauh mana kita mengerti, mungkin kita akhirnya melihat diri kita bagaimana dulu atau baru saja mengalami patah hati. Kita bisa jadi empati maupun antipati, tergantung bagaimana peristiwa itu mepengaruhi kita. Bisa jadi kita menyesalkan tindakan bodoh yang kita lakukan dulu. Bagaimana membayangkan kehancuran saat itu, tak ada harapan hidup, hidup mulai berantakan, banyak teman mulai meninggalkan kita karena tak tahan lagi. Sampai akhirnya kita tahu bahwa bunuh diri ini sia-sia dan bodoh. Bisa saja karena kita sudah menemukan pengganti. Bekas luka itu mungkin mengecil, menjauh tapi tak hilang-hilang. Butuh waktu untuk merenungi arti ‘memiliki’ dan akhirnya menyadari bahwa banyak yang harus dipelajari bagaimana mengikhaskan sesuatu. Karena apa yang kita yakini milik kita, memiliki potensi yang sama untuk menjadi tidak-kita-miliki. Tak harus menjadi seorang teolog untuk memahami bahwa kita sebenarnya tak memiliki apapun.